visi baru golkar dari citra masa lalu

Mendengar dan menyebut Golkar maka yang terpintas di pikiran kita adalah Partai besar yang pernah menguasai Indonesia pada masa orde baru, partai yang pernah membesarkan Soeharto dengan politik otoriternya.

Rakyat Indonesia yang hidup dalam rejim orde baru yang otoritarian telah mencatat berbagai peritiwa kekerasan dan telah mengorbankan masyarakat Indonesia.

Orde baru dengan berbagai dalih tentang kesatuan, stabilitas serta pembangunan bangsa melakukan kekerasan terhadap masyarakatnya sendiri dengan tujuan untuk mempertahankan kekuasaanya.

Pemerintah yang berkuasa menggunakan kekuatan dari aparat negara sebagai alat yang ampuh dalam melakukan penekanan terhadap masyarakat.

Pelanggaran terhadap hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagaimana termaktub dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menjadi hal yang 'legal' dalam Rejim Orde Baru.

Walaupun, sebagian kelompok masyarakat berupaya untuk menyuarakan tentang pentingnya perlindungan, penegakan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) usaha tersebut terus dihambat oleh rejim yang berkuasa.

Sejak invasi tahun 1975 sampai penghancuran 1999 diperkirakan 200.000 orang tewas akibat pemboman, pembunuhan massal, penculikan dan penyiksaan, kontrol kelahiran dan kelaparan menjadi bagian dari strategi militer untuk menaklukkan penduduk.

Akibat kekerasan bertahun-tahun pola pemilikan tanah dan akses sumber daya alam mengalami kekacauan yang berdampak terhadap kehidupan generasi selanjutnya.

Dalam periode 1970-2000 tercatat sekurangnya 1.800 kasus pencaplokan tanah seluas 8,34 juta hektar di seluruh Nusantara, oleh perkebunan, pertambangan, industri pariwisata, sarana militer dan proyek pemerintah lainnya.

Dalam hampir setiap kasus terjadi tindak kekerasan oleh aparat keamanan yang mengakibatkan kematian. Di sinilah kita dengan gamblang melihat hubungan antara ekspansi kapitalisme dengan kekerasan yang terjadi pula di sektor-sektor masyarakat lainnya.

Intervensi militer dalam perselisihan industri selalu terjadi sepanjang kekuasaan Orde Baru. Badan-badan intelijen sering menggelar operasi untuk meredam perlawanan buruh, antara lain dengan menculik dan membunuh para pemimpin buruh, seperti dalam kasus Marsinah dan Titi Sugiarti.

�Penindasan itu berperan penting menciptakan "keunggulan komparatif", yakni buruh murah dan tertib sebagai landasan industrialisasi di masa Orde Baru. Dalam masa itu pula golkar merajai perpolitikan tanah air, bahkan mengetahui apa yang terjadi pada masa kepemimpinan Soeharto.

Golkar Dengan Visi Politik Ical

Aburizal Bakrie atau biasa dipanggil Ical dinyatakan sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 2009-2015 dalam Munas VIII Pekanbaru, Riau. Kemenangan yang didapat ical sebagai ketua umum partai Golkar tidaklah mudah.

Dalam proses kemenanganya sempat mengalami kericuhan pada saat pemungutan suara, namun Aburizal Bakrie akhirnya mampu mengungguli Surya Paloh dalam pemilihan ketua umum DPP Partai Golkar.

Suaranya melampaui 50% + 1, sehingga dapat disimpulkan dialah orang yang dianggap syah dalam memimpin Golkar hingga enam tahun ke depan.

Performance politik Partai Golkar di era Ical sekarang ini mulai dikuatkan sebagai partainya rakyat kecil, menyaingi PDIP yang sudah lebih dulu kental dengan nuansa "wong cilik". Program UKM Ical beberapa waktu lalu adalah langkah nyata mengubah image (make over) Golkar dari partai birokrat dan kelas menengah, menjadi partai grassroot.

Kini muncul "jargon" baru bagi Ical, yaitu sebagai "Bapak Wong Cilik". Jargon ini mulai diperkenalkan belum lama ini di Jawa Barat basis dimana suara partai terbesar diperoleh Golkar.

Ical panggilan yang akrab dari nama Aburizal Bakrie popularitas dengan pemilik kelompok usaha Bakrie ini sedang memainkan pendekatan kepada masyarakat Indonesia dengan visi baru Golkar yaitu Ical bapaknya wong cilik, Suara Golkar Suara Rakyat.

Upaya tersebut memang cara yang baik bila Ical berkehendak menalonkan diri pada Pilpres 2014. Memang terasa cukup sulit untuk dikerek dengan cepat dalam jangka waktu kurang dari empat tahun untuk membesarkan sebuah nama dengan beban sejarah yang sangat kelabu.

Merujuk pada hasil survei Indo Barometer bulan Agustus 2010, tingkat popularitas Ical terbilang masih sangat rendah, yaitu sebesar 2,7 persen.

Selain soal popularitas seorang calon presiden mutlak juga harus disukai oleh para calon pemilih. Mungkin saja sebagian besar masyarakat mengenal nama Aburizal Bakrie, tetapi yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah pengenalan publik terhadap Ical berada dalam konteks citra positif atau citra negative.

Di tingkat ini Ical akan kembali menemukan hambatan serius. Nama Ical seringkali dikaitkan dengan sejumlah kasus besar. Selain bencana luapan lumpur Lapindo, Ical juga berpotensi tersandung skandal tunggakan pajak yang dilakukan kelompok usaha Bakrie, yaitu PT Kaltim Prima Coal, PT Bumi Resources, dan PT Arutmin.

Di muka persidangan, terdakwa Gayus Tambunan mengungkapkan bahwa kelompok usaha Bakrie memberikan uang senilai Rp 100 miliar kepada dirinya guna memperlancar urusan tunggakan pajak.

Takubahnya pinang dibelah dua Golkar dan Ical adalah satu kesatuan dari masa lalu yang memiliki sejarah buram pada bangsa ini. Satu kesatuan yang memiliki masalah pada setiap perjalanan nama besar tersebut. Golkar dengan sejarah kelamnya sebagai bagian dari rezim orde baru sedangkan Ical dengan berbagai macam kasusnya (salah satunya kasus lapindo).

Ical terlihat giat akhir akhir ini dalam melakukan perbaikan pencitraan diri melalui program Partai Golkar "Bersama Bangkitkan Usaha Kecil dari Aceh sampai Papua".

Program ini meliputi kursus dan pelatihan pengembangan usaha, pemberian bantuan buku pedoman usaha, pendampingan usaha dan insentif untuk pengembangan usaha. Suatu pelatihan kepada para pelaku usaha kecil untuk mengembangkan usaha agar mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.

Sepintas terdengar sungguh mulia misi program Partai Golkar tersebut. Namun, masyarakat juga akan kritis melakukan penilaian sejalan dengan keseriusan Ical membantu masyarakat tersebut, untuk apa Ical menggulirkan program bernafas ekonomi kerakyatan tersebut bila ribuan warga Porong Sidoarjo yang menjadi korban bencana luapan lumpur Lapindo masih terus terlantar hingga kini.

Akan jauh lebih baik jika Ical memprioritaskan bantuan terhadap mereka ketimbang sekadar melakukan pencitraan politik melalui program "Bersama Bangkitkan Usaha Kecil dari Aceh sampai Papua."

Kecerdasan masyarakat Indonesia saat ini tidak perlu di ragukan, mulai dari masyarakat dengan strata terrendah hingga menengah atas sudah pasti paham akan sebuah kebusukan politik negeri ini.

Pencitraan dalam pencapaian target kepemimpinan menjadi satu aktifitas yang memuakan untuk di konsumsi bangsa ini, belajar pengalaman dari pemilu 2009 yang menyajikan tampilan tampilan karismatik yang menyesatkan. HALO BUAT para RSPD ENDE LOVERS selamat mermbaca info ini KAMI RSPD mengucapkan mat ultah BUAT PARTAI GOLKAR???

Komentar